Kamis, 06 November 2014

PENYAKIT HATI DALAM ISLAM

Hati (bahasa Arab Qalbu) adalah bagian yang sangat penting daripada manusia. Jika hati kita baik, maka baik pula seluruh amal kita:
Rasulullah saw. bersabda, “….Bahwa dalam diri setiap manusia terdapat segumpal daging, apabila ia baik maka baik pula seluruh amalnya, dan apabila ia itu rusak maka rusak pula seluruh perbuatannya. Gumpalan daging itu adalah hati.” (HR Imam Al-Bukhari)
Sebaliknya, orang yang dalam hatinya ada penyakit, sulit menerima kebenaran dan akan mati dalam keadaan kafir.
“Orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, maka dengan surat itu bertambah kekafiran mereka, disamping kekafirannya yang telah ada dan mereka mati dalam keadaan kafir.” [At Taubah 125]
Oleh karena itu penyakit hati jauh lebih berbahaya daripada penyakit fisik karena bisa mengakibatkan kesengsaraan di neraka yang abadi.
Kita perlu mengenal beberapa penyakit hati yang berbahaya serta bagaimana cara menyembuhkannya.
1. Sombong
Sering orang karena jabatan, kekayaan, atau pun kepintaran akhirnya menjadi sombong dan menganggap rendah orang lain. Bahkan Fir’aun yang takabbur sampai-sampai menganggap rendah Allah dan menganggap dirinya sebagai Tuhan. Kenyataannya Fir’aun adalah manusia yang akhirnya bisa mati karena tenggelam di laut.
Allah melarang kita untuk menjadi sombong:
“Janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung.” [Al Israa’ 37]
“Janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia karena sombong dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” [Luqman 18]
Allah menyediakan neraka jahannam bagi orang yang sombong:
“Masuklah kamu ke pintu-pintu neraka Jahannam, sedang kamu kekal di dalamnya. Maka itulah seburuk-buruk tempat bagi orang-orang yang sombong .” [Al Mu’min 76]
Kita tidak boleh sombong karena saat kita lahir kita tidak punya kekuasaan apa-apa. Kita tidak punya kekayaan apa-apa. Bahkan pakaian pun tidak. Kecerdasan pun kita tidak punya. Namun karena kasih-sayang orang tua-lah kita akhirnya jadi dewasa.
Begitu pula saat kita mati, segala jabatan dan kekayaan kita lepas dari kita. Kita dikubur dalam lubang yang sempit dengan pakaian seadanya yang nanti akan lapuk dimakan zaman.
Imam Al Ghazali dalam kitab Ihya’ “Uluumuddiin menyatakan bahwa manusia janganlah sombong karena sesungguhnya manusia diciptakan dari air mani yang hina dan dari tempat yang sama dengan tempat keluarnya kotoran.
Bukankah Allah mengatakan pada kita bahwa kita diciptakan dari air mani yang hina:
“Bukankah Kami menciptakan kamu dari air yang hina?” [Al Mursalaat 20]
Saat hidup pun kita membawa beberapa kilogram kotoran di badan kita. Jadi bagaimana mungkin kita masih bersikap sombong?
2. ‘Ujub (Kagum akan diri sendiri)
Ini mirip dengan sombong. Kita merasa bangga atau kagum akan diri kita sendiri. Padahal seharusnya kita tahu bahwa semua nikmat yang kita dapat itu berasal dari Allah.
Jika kita mendapat keberhasilan atau pujian dari orang, janganlah ‘ujub. Sebaliknya ucapkan “Alhamdulillah” karena segala puji itu hanya untuk Allah.
3. Iri dan Dengki
Allah melarang kita iri pada yang lain karena rezeki yang mereka dapat itu sesuai dengan usaha mereka dan juga sudah jadi ketentuan Allah.
“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” [An Nisaa’ 32]
Iri hanya boleh dalam 2 hal. Yaitu dalam hal bersedekah dan ilmu.
Tidak ada iri hati kecuali terhadap dua perkara, yakni seorang yang diberi Allah harta lalu dia belanjakan pada jalan yang benar, dan seorang diberi Allah ilmu dan kebijaksaan lalu dia melaksanakan dan mengajarkannya. (HR. Bukhari)
Jika kita mengagumi milik orang lain, agar terhindar dari iri hendaknya mendoakan agar yang bersangkutan dilimpahi berkah.
Apabila seorang melihat dirinya, harta miliknya atau saudaranya sesuatu yang menarik hatinya (dikaguminya) maka hendaklah dia mendoakannya dengan limpahan barokah. Sesungguhnya pengaruh iri adalah benar. (HR. Abu Ya’la)
Dengki lebih parah dari iri. Orang yang dengki ini merasa susah jika melihat orang lain senang. Dan merasa senang jika orang lain susah. Tak jarang dia berusaha mencelakakan orang yang dia dengki baik dengan lisan, tulisan, atau pun perbuatan. Oleh karena itu Allah menyuruh kita berlindung dari kejahatan orang yang dengki:
“Dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki.” [Al Falaq 5]
Kedengkian bisa menghancurkan pahala-pahala kita.
Waspadalah terhadap hasud (iri dan dengki), sesungguhnya hasud mengikis pahala-pahala sebagaimana api memakan kayu. (HR. Abu Dawud)

“Di dalam hati mereka ada penyakit, maka Allah menambah penyakit tersebut, dan mereka akan mendapatkan siksa yang pedih akibat apa yang mereka dustakan“. (QS. Al-Baqarah: 10)

Ada beberapa pelajaran dari ayat di atas, di antaranya:

Pertama:
Menurut al-Baidhowi di dalam tafsirnya (1/166), sakit adalah sesuatu yang mengganggu keseimbangan  badan sehingga membuat kerusakan di dalam beraktifitas. Sakit dibagi menjadi dua, sakit hati dan sakit fisik. Adapun sakit hati  meliputi: sakit ragu-ragu, nifak,  ingkar dan dusta. (lihat tafsir al-Qurthubi: 1/138). Penyakit –penyakit hati seperti inilah yang menimpa orang-orang munafik.
Selain itu, terdapat penyakit hati dalam bentuk lain, seperti sakit hasad, dengki, iri, dan dendam yang kadang juga menimpa sebagian orang-orang Islam. Oleh karenanya, kita diperintahkan untuk berlindung kepada Allah dari penyakit hati tersebut, sebagaimana firman Allah dalam Qs. al-Falaq: 5, “Dan aku berlindung dari kejahatan  orang yang hasad jika dia hasad“

Kedua:
Penyakit hati jauh lebih berbahaya dari penyakit fisik, hal itu karena beberapa sebab:

1. Allah mencela orang yang mempunyai penyakit hati dan tidak pernah mencela orang yang mempunyai penyakit fisik.

2. Penyakit hati, seperti iri, dengki dan dendam bisa menyebabkan munculnya penyakit fisik, seperti stress, sesak nafas, pusing, jantung, tekanan darah tinggi dan kanker.

3. Penyakit hati menyebabkan orang celaka dunia dan akhirat, berbeda dengan penyakit fisik yang tidak menyebabkan celaka di akherat.

Ketiga: Allah menyebutkan: “Di dalam hati mereka ada penyakit“ ini menunjukkan bahwa penyakit tersebut sudah masuk ke dalam tubuh secara permanen, sehingga menjadi akut dan susah untuk dihilangkan, karena berada di dalam hati. Berbeda kalau menyebut: “ Mereka sakit “, mungkin masih bisa disembuhkan.

Keempat:
“Maka Allah menambah penyakit tersebut“, menunjukkan bahwa kekafiran, kenifak-an dan kemaksiatan itu bisa bertambah dan berkurang, sebagaimana juga keimanan itu bisa bertambah dan berkurang. Bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan.

Kelima:  Ayat di atas juga menunjukkan bahwa kesesatan seorang hamba berasal dari perbuataannya sendiri. Jadi, Allah tidak mendzoliminya, tetapi hamba itulah yang mendzalimi dirinya sendiri. Orang-orang munafik telah membuat penyakit di dalam hati mereka sendiri dan pada hakekatnya mereka tidak menginginkan kebenaran dan kebaikan. Maka, Allah menambah penyakit tersebut sebagai hukuman atas perbuatan mereka sendiri. Berkata Ibnu Katsir di dalam tafsirnya (1/179): “Hukuman sesuai dengan perbuatan”. Hal yang serupa telah dijelaskan Allah di beberapa ayat-Nya, seperti dalam Qs. al-Baqarah: 10, Qs. al-Maidah: 49,  Qs. al-An’am: 110 dan Qs. ash-Shof: 5.

Kelima:
Penyakit hati terdiri dari penyakit syahwat dan syubhat. Penyakit syahwat berhubungan dengan maksiat anggota badan, seperti berzina, membunuh, berbohong dan mencuri. Sedang penyakit syubhat berhubungan dengan hati dan pemikiran, seperti meragukan kebenaran Islam, menolak hadist shahih dan menyakini adanya nabi setelah nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wassalam. Penyakit syubhat inilah yang  lebih menonjol dalam diri orang munafik, (Ibnu Qayyim, Ighatsatu al-Lahfan: 165-166) dan ini lebih berbahaya dari penyakit syahwat. Karena penderitanya susah untuk disembuhkan. Lihat Qs. an-Nisa : 137 dan Qs. al-Munafiqun: 3.

Keenam: Penyakit syubhat bisa mengeluarkan seseorang dari keimanan sehingga menjadi kafir, seperti orang–orang liberal yang meragukan keaslian al-Qur’an  dan  menolak kebenaran ajaran Islam serta menyatakan bahwa semua agama benar dan mengantarkan penganutnya ke dalam Syurga. Begitu juga kelompok Ahmadiyah yang menyakini adanya nabi seteIah nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, juga kelompok Ingkar Sunnah yang menolak keberadaan as-Sunnah sebagai sumber hukum kedua setelah al-Qur’an.

Ketujuh: Untuk mengobati penyakit syhubhat, seseorang hendaknya belajar dan mencari ilmu syar’i, sebagaimana firman Allah di dalam Qs. Muhammad: 19; “Maka ketahuilah bahwa tiada Ilah yang berhak disembah kecuali Allah“. Adapun untuk mengobati penyakit syahwat, seseorang hendaknya sering mengingat kematian dan menyakini bahwa dunia ini adalah fana, kesenangan di dalamnya adalah kesenangan sedikit dan menipu. Sedangkan kesenangan abadi hanyalah di akhirat kelak. Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda: “Perbanyaklah mengingat penghancur kenikmatan (kematian)”. HR. Tirmidzi “. Wallahu A’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar